VdBackground 01.jpg

Ide Kepemimpinan dalam Revolusi Industri 4.0

Print
Created on Sunday, 12 May 2019 Last Updated on Wednesday, 15 May 2019 Written by Phi-D

 

Berdasarkan laman Wikipedia, revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Suatu revolusi memang bisa memakan waktu yang lama, bahkan hingga puluhan tahun, namun karena revolusi mampu mengubah setiap sendi pokok kehidupan masyarakat yang telah berlaku selama ratusan tahun (seperti sistem kekeluargaan, hubungan antar pekerja dan pemilik usaha, dan sebagainya), maka suatu revolusi, yang meski berlangsung puluhan tahun, bisa dianggap berlangsung “cepat”.

 

Dewasa ini, dunia dihadapkan dengan revolusi baru yang disebut sebagai Revolusi Industri 4.0. Perubahan yang sangat dramatis ini telah membuat berbagai sistem lama terlihat “berantakan”. Hampir berbagai bidang terpengaruh oleh revolusi ini, termasuk juga dunia bisnis. Hal ini memaksa dunia bisnis harus mengubah cara mereka mengelola bisnis dan manajemen untuk dapat bertahan dan memasuki Revolusi Industri 4.0 (baca juga artikel: Tahapan Awal Revolusi Industri 4.0).

 

Berikut ini kita dapat belajar dari perubahan-perubahan dalam pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh Gideon Moore, mitra pengelola (managing partner) dari Linklaters, yang bergerak dalam jasa kemitraan di bidang hukum untuk memasuki era Revolusi Industri 4.0.

 

1. Mengembangkan Strategi dari Bawah ke Atas

 

Strategi dari Bawah ke Atas, atau dikenal sebagai Bottom-Up Strategy, merupakan salah satu strategi untuk mengenali sesuatu berdasarkan identifikasi terhadap bagian-bagian spesifik secara tepat dan terperinci sehingga mendapatkan pengenalan dan gambaran besar keseluruhan obyek.

Sebagai contoh: Phi adalah seseorang yang kulitnya sedikit hitam, matanya sedikit besar, rambutnya sedikit ikal, tingginya tidak lebih dari 155 cm, dan seterusnya.

 

Sedangkan strategi dari Atas ke Bawah, atau dikenal sebagai Top-Down Strategy, merupakan strategi untuk mengenali gambaran besar suatu obyek untuk mengetahui bagian-bagian spesifik obyek tersebut. Strategi ini membutuhkan pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan untuk menyimpulkan.

Sebagai contoh: Phi adalah orang yang memakai topi biru, jaket biru, sepatu kets biru, dan botol minum biru.

 

Tapi bagi yang belum berpengalaman, strategi Top-Down akan sulit dilakukan. Dibutuhkan perincian tambahan karena banyak orang lain juga bisa juga memakai aksesories yang sama.

 

Dalam kasus menghadapi Revolusi Industri 4.0, Moore membangun strategi baru berdasarkan masukkan yang dia terima dari seluruh perusahaan dan klien-klien mereka yang tersebar di seluruh dunia. Moore menggunakan strategi Bottom-Up, bukan Top-Down. Maka untuk melakukan ini, mereka perlu bertanya secara pribadi melalui survei atau percakapan tatap muka kepada orang-orang yang berhubungan langsung dengan bisnis mereka tentang apa yang mereka pikirkan terhadap bisnis ini. Hampir setengah dari karyawannya, dari jabatan apa pun, berkontribusi untuk melakukan survei dan percakapan. Proses kolaborasi ini menciptakan rasa kebersamaan, rasa memiliki, dan perasaan antusias terhadap nilai-nilai yang ingin dibagikan. Hal ini juga turut menginformasikan berbagai kebutuhan para klien yang berbeda-beda karena adanya ragam budaya dan cara pandang.

 

Memang pendekatan kolaboratif itu penting dilakukan, tetapi dalam bisnis yang harus menjadi perhatian utama adalah bahwa produk tersebut akan menghasilkan nilai yang sejalan dengan perjanjian dalam diskusi. Sebagus apa pun itu, strategi itu tetap sesuatu yang ditulis di atas kertas, dan strategi tidak akan berhasil dalam lingkungan kemitraan jika tidak ada dukungan yang cukup terhadap apa yang telah direncanakan. Oleh karena itu, setiap anggota tim harus dibuat antusias terhadap perencanaan dalam diskusi bisnis. Oleh karena itu, Moore menganjurkan agar seorang pemimpin harus menganggap dirinya terikat kuat pada perusahaan. Ini berarti saat si pemimpin menarik terlalu keras, atau bergerak ke arah yang tidak diinginkan oleh perusahaan atau mitra mereka, maka ikatan tersebut bisa putus. Meski sangat sulit, membangun strategi secara kolaboratif dengan semua orang, tapi ini dapat berdampak positif karena dapat membantu seorang pemimpin untuk menarik orang-orangnya untuk bersama-samamendukung sepenuhnya.

 

2.  Pengukuran Kontribusi secara Holistik

 

Holistik adalah salah satu pola gaya berpikir dari orang-orang yang berada dalam dunia psikologi. Maka berpikir holistik berarti berpikir secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi suatu kejadian atau tingkah laku manusia secara umum. Mengapa hal ini menjadi penting?

 

Pada era Revolusi Industri 4.0, semua pekerja memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, karena itu mereka adalah pekerja yang cerdas, spesialis atau ahli. Akan tetapi semua klien mereka memiliki bervariasi kebutuhan di berbagai bidang. Selain itu, para klien itu sering kali berasal dari negara yang berbeda-beda sehingga para pekerja ini dituntut untuk dapat berkomunikasi dan memberikan solusi pada masalah-masalah mereka yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan negara. Memecahkan masalah setiap klien sangat membutuhkan pendekatan kolaboratif, tidak peduli dari daerah mana mereka berasal dan keahlian apa pun yang mereka miliki sehingga hal ini pastinya membuat para mitra pekerja ini harus dapat mengerahkan diri secara maksimal dengan melampaui keahlian apa pun yang sudah mereka miliki sebelumnya.

 

Memang kontribusi setiap pekerja yang cerdas dan ahli sangat berharga karena mereka dapat memecahkan masalah secara kolaboratif dan punya keahlian yang bervariasi. Akan tetapi, kontribusi para mitra pekerja itu tidak dapat hanya diukur dengan cara biasanya. Pengukuran matriks individu bisa jadi malahan meningkatkan kepentingan pribadi yang sempit dari para mitra dibandingkan kepentingan perusahaan atau pun kepuasan klien.

 

Terlihat jelas ada “benang” yang terputus antara meminta para mitra untuk fokus memberikan seluruh kontribusi perusahaan ke klien sambil mengukur besarnya kontribusi mereka secara individu. Oleh karena itu, Moore memutuskan untuk membuang target individu dan pengukuran finansial dari para mitra. Ini adalah perubahan budaya yang sangat penting dalam sistem, karena cara ini sangat berbeda dari banyak perusahaan jasa profesional lainnya. Akan tetapi, cara ini adalah yang paling masuk akal jika kita ingin memberikan pelayanan terbaik untuk kebutuhan spesifik dari para klien perusahaan.

 

Apa artinya ini? Bagaimana mungkin menghilangkan statistik sambil memastikan para mitra ini tetap berkontribusi terhadap tujuan perusahaan? Ini berarti para pemimpin perusahaan tidak dapat lagi mengandalkan catatan data akuntansi atau kembali ke matriks sederhana seperti target individu untuk mengetahui siapa saja yang lebih baik dalam memberikan kontribusi ke perusahaan. Karena itu, para pemimpin perusahaan harus selalu terlibat dalam dialog dengan tim-tim mereka dan rekanan mitra untuk memahami dan mengkomunikasikan kontribusi penuh yang telah dilakukan mitra dan tim mereka, secara langsung atau pun tidak langsung, baik itu dalam melayani klien, membangun jaringan baru, atau pun turut membimbing para pekerja ahli dari perusahaan.

 

Dan untuk membuat para pemimpin dan para mitra dapat saling berkomunikasi secara rutin, maka penting untuk menciptakan lingkungan kolaborasi yang lebih luas dari pada keuntungan individu secara finansial. Hal ini adalah fondasi dasar kesuksesan perusahaan karena ini memungkinkan perusahaan untuk dapat melayani klien-klien dengan cara terbaik.

 

Perubahan yang Moore lakukan bukan hanya di tingkat kemitraan tetapi juga memulai budaya baru untuk memberikan masukkan atau respon balik secara terus-menerus di seluruh perusahaan. Karena itu para pekerja dianjurkan untuk memberikan pujian dan saran perbaikan satu sama lain setiap saat sehingga dapat langsung meningkatkan kinerja atau pun dapat digunakan untuk meninjau hal-hal yang perlu dilakukan dengan lebih baik lagi.

 

3. Kepemimpinan yang Melayani

 

Para pekerja yang cerdas dan ahli dalam bidang yang mereka tekuni, sebenarnya adalah tipe orang-orang yang sangat bermotivasi tinggi. Oleh karena itu, orang-orang seperti ini tidak membutuhkan manajemen untuk memberikan tugas mereka secara terperinci. Satu hal yang mereka butuhkan adalah pemimpin mereka dapat menciptakan lingkungan kerja yang sportif untuk mendukung mereka dapat meraih cita-cita yang sangat mereka mimpikan.

 

Sebagai mitra pengelola, Moore merasa sebagai pelayan rendahan, yang akan melayani para pegawainya untuk menyediakan lingkungan kerja yang sportif sehingga mereka dapat bekerja dengan maksimal dan dengan motivasi yang tinggi untuk menggapai cita-cita unik yang mereka inginkan. Dan dengan berpikir sebagai pelayan, ini juga berdampak positif karena akan membantu para mitra dan kolega juga bertindak sebagai pelayan bagi para klien perusahaannya.

 

Mengembangkan strategi kolaboratif adalah bagian dari pendekatan “kepemimpinan yang melayani”. Ini membutuhkan empati, kerendahan hati, berpikiran terbuka, dan mendengarkan. Selain itu, ini juga dapat meningkatkan rasa saling percaya satu sama lain, kerja sama yang kompak, serta menumbuhkan keinginan untuk saling mendukung dalam seluruh organisasi.

 

Saat menggunakan “kepemimpinan yang melayani”, target pencapaian individu tidak akan dipakai lagi. Hal ini berarti seorang pemimpin harus memiliki keinginan untuk mempromosikan setiap orang dalam timnya dan dengan demikian memperlihatkan kepercayaan pada keterampilan orang-orang dalam tim untuk memilih dan melakukan hal-hal dengan baik dan benar.

 

Cara Baru untuk Memotivasi dan Mengelola


Tiga ide di atas, strategi bottom-up, kontribusi secara holistik, dan tipe kepemimpinan yang melayani, telah membantu Moore dan perusahaannya untuk mengembangkan budaya perusahaan. Setiap langkah telah dicoba dan membantu untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan para pekerja paling cerdas dan paling ahli di bidangnya masing-masing. Moore tahu bahwa Revolusi Industri 4.0 masih di tahap sangat awal, tetapi dia yakin bahwa setiap perusahaan yang mencari cara untuk mengambil bagian dalam Revolusi Industri 4.0, atau dalam cara baru globalisasi, harus menemukan cara-cara untuk mengelola dan memotivasi kelompok internasional dari para pekerja cerdas dan ahli. Dan ini pastinya merupakan kunci utama untuk kesuksesan dalam kepemimpinan dan perusahaan.

 

Disadur bebas dari:   3 Ways to be a Good Leader in the Fourth Industrial Revolution ( © www.weforum.org)

Sumber gambar:  The Dawn of The Fourth Industrial Revolution ( © Shockoe)  |Karakter Pemimpin  (@ www.peterlim-mba.com)

Hits: 1737