VdBackground 01.jpg

Hancurnya Budaya Suatu Perusahaan

Print
Created on Monday, 07 December 2015 Last Updated on Friday, 25 November 2016 Written by Phi-D


Budi baru saja dipindah-tugaskan ke kantor pusat di Jakarta. Karena sudah hampir 50 kali ke Jakarta sebelumnya, maka ia tahu semua karyawan yang bekerja di kantor pusat. Akan tetapi, semenjak Budi dipindahkan ke kantor pusat dan mulai bekerja di sana setiap hari, ia baru merasakan adanya energi yang buruk di kantor pusat Jakarta. Oleh karena itu ia langsung mengatakan bahwa ia sedang berada di titik terburuk.

Perusahaan tempat Budi bekerja ini memang dapat bercengkerama, bahkan membangun hubungan yang hangat dengan para pelanggannya. Akan tetapi para karyawan di dalam kantornya memiliki sorot mata yang ketakutan, suasana yang TERLALU hening sering mewarnai ruangan-ruangannya, ketegangan yang berlebihan terjadi di antara para karyawannya sehingga membuat udara di sana terasa begitu "dingin".

Ketika Budi masih ada di daerah dan membantu para pelanggan, ia melihat bahwa perusahaan ini adalah perusahaan besar. Setelah ia masuk ke kantor pusat, ternyata ia melihat keadaan yang sangat berbeda. Selain masalah-masalah yang dialami para karyawannya, yang disebutkan di atas, ternyata ada beberapa masalah lainnya yang Budi lihat. Budi sekarang baru mengetahui bahwa tidak pernah ada kesepakatan tentang arah langkah perusahaan, para manajer saling melempar tugas dan tidak berbicara dengan kompak, bahkan pemimpin tertingginya tidak pernah ada di ruangannya.

Sebenarnya semua karyawan yang bekerja di sana dapat merasakan energi yang buruk ini, tetapi tidak satu pun yang dapat mengungkapkannya. Tidak ada yang berani membicarakan tentang siapa yang paling bertanggung jawab terhadap kekacauan ini.

Sewaktu ada energi yang baik di dalam sebuah perusahaan, para karyawan dapat merasakannya dari udara segar yang mengalir saat bekerja (Baca juga artikel: Pentingnya Energi Positif dalam Pekerjaan). Sebaliknya jika energi yang buruk ada di perusahaan, para karyawan dapat merasakan ”awan mendung” yang membuat para karyawan selalu bekerja dengan berat hati, tertekan, dan tidak bersemangat. Ya, energi yang buruk membuat budaya dalam sebuah perusahaan menjadi buruk dan saat-saat bekerja menjadi tidak menyenangkan.

Saat budaya di sebuah perusahaan hancur, Anda memiliki sebuah pilihan, mencari tempat lain yang lebih menyegarkan, tinggal di sana, sambil berharap keadaan menjadi lebih baik atau Anda dapat menyebutkan siapa orang yang bertanggung jawab pada kekacauan ini di dalam hati.
Anda juga dapat menanyai rekan kerja tentang budaya di dalam perusahaan dan cara memperbaiki kualitas energinya. Percakapan seperti ini dapat sedikit membantu mengubah energi. Ya, budaya di dalam suatu perusahaan bukanlah selalu menjadi tanggung jawab pemimpin dan para manajer perusahan, tetapi ini dapat juga dipengaruhi oleh para karyawan.

Setiap karyawan dapat memengaruhi budaya sebuah perusahaan asalkan mereka berani BERBICARA. Ini disebabkan karena pemimpin perusahaan tidak akan membangun komite untuk meninjau budaya sebuah perusahaan dan secara teratur menjaganya tetap terpelihara. Oleh karena itu budaya yang buruk dapat saja dengan mudah muncul dan terus ada karena tidak seorang pun di perusahaan itu yang mau mengubahnya menjadi lebih baik.

Lalu, apa saja tanda bahwa budaya di perusahaan sudah mulai hancur? Berikut ini adalah beberapa ciri yang memperlihatkan bahwa Anda memiliki budaya perusahaan yang tidak lagi sehat untuk mendukung kinerja para karyawan.

1. Tidak Ada Tujuan Besar
Sewaktu budaya di sebuah perusahaan rusak, tidak seorang pun yang tahu apa rencana ke depan perusahaannya. Mereka memang tahu apa yang harus mereka kerjakan minggu depan, bulan depan, tetapi perusahaan tidak memiliki tujuan utama yang ingin dicapai di masa depan, walau pun itu perencanaan untuk 2 (dua) tahun ke depan.

2. Kehilangan Sukacita
Dalam budaya yang hancur, para karyawan tidak bahagia sehingga banyak yang mengundurkan diri. Akan tetapi, tidak ada yang mau secara jujur mengakui banyaknya pergantian karyawan. Sebaliknya, para karyawan yang masih bertahan dalam perusahaan itu malahan membuat berbagai alasan tentang orang-orang yang mengundurkan diri, seperti: ”Vida memang tidak terampil dalam pekerjaannya.” ”Dono tidak pernah menyukai pekerjaannya.” ”Fifia harus mengurus anak-anaknya yang mulai bertambah besar.” ”Chana tidak pernah fokus dengan pekerjaannya.” ”Rumah Rico terlalu jauh sehingga ia selalu kelelahan di tempat kerjanya.”
Bisa jadi semua alasan itu benar, tetapi Vida, Dono, Fifia, Chana, dan Rico tidak akan menyerah dengan masalah-masalah sederhana seperti itu jika mereka DAPAT MENIKMATI pekerjaan mereka! Ya, mereka lebih berani kehilangan pekerjaan daripada bertahan dalam perusahaan dengan budaya yang rusak (Baca juga: Mengapa Karyawan Anda Mengundurkan Diri?).

3. Penuh Kebohongan
Saat sebuah budaya rusak, tidak ada satu karyawan pun yang berbicara dengan jujur. Tujuan mereka berbicara adalah hanya untuk menyenangkan atasannya saja (baca artikel: Menyenangkan Orang Lain itu Tidak Menyenangkan). Jika Anda bekerja di perusahaan seperti itu, akan sulit bagi Anda untuk membedakan saat dimana Anda harus berbohong atau harus berkata jujur.

Ya, Anda tidak lagi berkata jujur dan bertingkah seperti yang Anda inginkan; Anda menjadi ”boneka” para manajer. Di saat bekerja, Anda menjadi seperti orang lain dan ”bermain” seperti yang dituntut perusahaan. Bahkan setiap karyawan akan bergerak dengan cara yang sama, seperti yang diatur oleh para manajer (baca artikel: Karakter Pemimpin, Bermain Catur atau Dam).

4. Menjatuhkan Hukuman
Kala budaya sebuah perusahaan rusak, para karyawan tidak diijinkan melakukan kesalahan. Setiap kali ada yang melakukan kelalaian, kesalahan, atau pun mengacaukan suatu prosedur, mereka akan dimintai pertanggung-jawaban dengan mengundurkan diri (Baca juga artikel: Ciri-ciri Atasan yang Tidak Merespek Bawahannya).

Dalam sebuah budaya perusahaan yang sehat, tidak ada seorang pun yang dituding sebagai pengacau atau pihak bersalah. Ya, perusahaan yang sehat memiliki karyawan yang bahagia sehingga pikiran mereka selalu segar dan mendapatkan banyak ide baru. Para karyawannya bahkan berani mencoba hal-hal baru untuk melaksanakan ide-ide baru yang mereka dapatkan. Dan setiap kali seorang karyawan mencoba sesuatu yang baru, mereka PASTI akan menemui kegagalan, melakukan kesalahan, bahkan mengacaukan sistem, dan bisa jadi itu dilakukan berulang-ulang. Setelah itu, mereka belajar dari kesalahan, kegagalan, dan kekacauan tersebut, lalu menjadi lebih pintar. Dan ini semua tidak dilakukan di perusahaan dengan budaya yang rusak; karena itu para karyawannya tidak kreatif dan mereka tidak pernah berani belajar sesuatu yang baru agar tidak melakukan kesalahan dan ”dihukum” dengan makian, cemoohan, sindiran, bahkan ”paksaan” mengundurkan diri.

5. Menyalahkan dan Mempermalukan
Di waktu budaya sebuah perusahaan hancur dan rusak, para karyawan dan manajer akan saling menyalahkan atau mencari kambing hitam. Topik pembicaraan sepanjang hari adalah tentang siapa yang harus dipersalahkan atas masalah yang terjadi. Bahkan setiap orang menikmati dan senang jika ada karyawan yang dapat dipermalukan atas masalah yang sedang terjadi. Inilah yang membuat tidak ada satu karyawan pun yang berani membuat inovasi karena tidak ada yang berani dipermalukan jika melakukan kesalahan.

6. Tidak Menikmati Pekerjaan
Kerusakan budaya dalam sebuah perusahaan dapat merusak kebahagiaan dan kreatifitas bekerja. Melakukan pekerjaan sepanjang hari dapat sangat menyakitkan dan menyiksa. Setiap karyawan selalu mencari hari libur bahkan menantikan datangnya hari Jumat. Sebaliknya mereka akan ketakutan dan kehilangan semangat di setiap hari Senin.

Apakah Anda harus merasakan kehidupan Anda seperti itu? Tentu tidak! Jika budaya perusahaan Anda sudah rusak, Anda harus keluar dari dalamnya dan mencari organisasi yang sehat untuk mulai menumbuhkan semangat kerja Anda kembali. Ingatlah bahwa SELALU ADA perusahaan lain yang memang layak mendapatkan Anda.

Aza-aza FIGHTING.

Hits: 1974